Sunday, December 16, 2012

psikologi industri dan organisasi


5.4. Ciri-ciri Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola-pola perilaku yang merupakan manifestasi atau ungkapan-ungkapan dari asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai.  O’Reilly, Chatman, dan Caldwell mengenali ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut:
·         Inovasi dan pengambilan risiko ( innovation and risk taking ). Mencari peluang baru, mengambil risiko, bereskperimen, dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan dan praktek-praktek formal.
·         Stabilitas dan keamanan (stability and security). Menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan penggunaan dari aturan-aturan yang mengarahkan perilaku.
·         Penghargaan kepada orang (respect for people). Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain.
·         Orientasi hasil (outcome orientation). Memiliki perhatian dan harahapan yang tinggi terhadap hasil, capaian dan tindakan.
·         Orientasi tim dan kolaborasi (team orientation and collaboration). Bekerja bersama secara terkordinasi dan berkolaborasi.
·         Keagresifan dan persaingan (aggressiveness and competition). Mengambil tindakan-tindakan tegas di pasar-pasar dalam menghadapi para pesaing.
Robbins (1998) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian yang mutakhir menemukan bahwa ada tujuh ciri-ciri utama yang, secara keseluruhan, mencakup esensi dari budaya organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah:
1.       Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil risiko.
2.       Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecematan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3.       Orientasi ke keluaran. Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil-hasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tersebut.
4.       Orientasi ke orang. Sejauh mana keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak dari keluarannya terhadap para karyawan.
5.       Orientasi team. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar kelompok-kelompok (teams). Daripada seputar perorangan.
6.       Keagresifan. Sejauh mana orang-orang lebih agresif dan  kompetitif daripada santai.
7.       Stabilitas. Sejah mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
5.5. Berbagai Jenis Budaya Organisasi
Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengurikan lima tipe budaya organisasi yang di klarifikasi oleh Kets de Vries dan Miller, yang mereka peroleh dengan menghubungkan lima tipe kepribadian neurotik dengan budaya organisasi. Kepribadian eksekutif dramatic berkaitan dengan dengan budaya organisasi yang charismatic. Kepribadian yang suspicious dihubungkan dengan budaya paranoid. Kepribadian yang depressive berkaitan dengan budaya avoidant dan kepribadian yang detached diasosiasikan dengan budaya organisasi politicized. Yang terakhir kepribadian complusive berhubungan dengan budaya bureaucratic. Mereka katakan bahwa kadangkala bukannya kepribadian neurotik dari eksekutif yang menciptakan budaya organisasi, tapi sebaliknya, situasi organisasi dapat dijadikan manajer neurotis.
Organisasi yang sehat akan memiliki campuran dari berbagai tipe kepribadian, tidak ada yang menjadi dominan dan ekstren. Mempelajari budaya yang ekstren membantu memahami budaya perusahaan yang normal.
Berikut ini uraian kelima budaya neurotic, masing-masing dengan pasangannya budaya yang sehat.
a.       Charismatic vs. Selfsufficient Cultures
Budaya organisasi karismatik diasosiasikan dengan kepribadian manajer yang dramatis. Manajer yang dramatis memiliki perasaan kebesaran, memiliki kebutuhan yang kuat untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, dan bertindak sedemikian rupa sehingga perhatian tertuju pada dirinya. Mereka cenderung berekshibisi, mencari exitement dan stimulation. Namun, merka sering tidak memiliki disiplin diri, tidak mampu memfokus perhatian untuk waktu lama, dan cenderung charming tapi dangkal. Mereka sering mengeksploitasi orang lain dan sering menarik bawahan yang memiliki kebutuhan untuk tergantung yang tinggi.
Dalam budaya organisasi yang karismatik, ada penekanan berlebihan pada individualisme, terutama pada tingkat puncak. Para eksekutif memiliki kebutuhan tinggi untuk dapat dilihat dan diakui oleh pihak di luar perusahaan. Tujuan perusahaan adalah untuk tumbuh cepat.
Para manajer mengeksploitasi orang lain, kekuasaan terpusat pada puncak. Eksekutif puncak memiliki kendali ketat dan pada saat sama tetap menjadi pusat perhatian.
Perusahaan dengan budaya self sufficient menekankan kebebasan ketidaktergantungan, prakarsa individual, dan prestasi. Para anggota percaya bahwa keberhasilan perusahaan berhubungan dengan bagaimana baiknya individu-individu, sebagai individu, berhasil. Manajer dalam perusahaan ini, memiliki peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka masing-masing. Prestasi dan disiplin diri diakui (recognized) dan diimbali (rewarded).
b.      Paranoid vs. Trusting Cultures
Budaya organisasi paranoid berkaitan dengan kepribadian yang mudah mencurigai. Manajer yang mudah curiga merasa di persecuted oleh orang lain, dan tidak percaya kepada mereka dan berperilaku dengan cara jaga-jaga dan rahasia.
Dalam budaya paranoid ada rasa ketidakpercayaan da kecurigaan yang kuat. Top manajer dari perusahaan paranoid tidak proaktif. Kentakutan dan kecurigaan mengurangi kesiagaan mereka untuk cepat merespons terhadap peluang-peluang strategik. Mereka terus-menerus mencari informasi, informasi yang diperoleh rusak (distorted), jadi makin curiga. Dalam budaya paranoid para anggotanya cenderung bertindak pasif tidak aktif berpartisipasi dalam hal-hal organisasi yang penting.
Pada budaya mempercayai (trusting), ketakutan yang tidak realistik ini tidak ada. Ada rasa percaya adil, keterbukaan terhadap orang lain. Para manajer percaya diril dan percaya bahwa manajer lain , profesional lain dan para pekerja dalam perusahaan memiliki kemampuan dan motivasi untuk berhasil. Ini dapat mengarah kepada pencarian aktif untuk peluang-peluang strategik yang baru dimana perusahaan akan memperoleh keuntungan-keuntungan besaing (competitive advantage) jika usaha-usaha demikian dilaksanakan.
c.       Avoidant vs. Achievement culture
Orientasi dari kepribadian depresif mengarah ke budaya menghindari. Kecenderungan depresif timbul dari perasaan ketidakmampuan dan ketergantungan pada orang lain. Orang yang depresif memiliki kebutuhan kuat akan afeksi dan penunjangan dari orang lain dan merasa tidak mampu untuk bertindak dan mengubah alur peristiwa-peristiwa. Para depresif sering mencari pembenaran (justification) bagi tindakan mereka dari orang-orang lain yang penting. Dalam hal manajer, orang lain yang penting ialah para pakar atau konsultan.
Ciri dari organisasi dengan budaya menghindari ialah bahwa koalisi dominan berusaha untuk menghindari perubahan. Para manajer menghidari untuk mengambil keputusan. Perubahan ditentang, karena dapat mengancam nilai-nilai organisasi dan struktur kekuasaan sekarang. Perubahan-perubahan eksternal yang tingkatannya relatif rendah dan hasrat manajemen untuk mempertahankan kendali menghasilkan aktivitas sedikit, kepercayaan diri rendah, kecemasan tinggi dan satu budaya yang sangat konservatif.
Organisasi macam ini sering berada lingkungan pasar dan teknologi yang stabil, danmemiliki banyak ciri-ciri dari organisasi mekanistik. Para manajer lebih memperhatikan mempertahankan kedudukan perusahaan dalam lingkungan sekarang daripada memperhatikan inovasi.
Pada budaya capaian (achievement culture), para anggota kelompok eksekutif puncak menghargai analisis logikal dan proses-proses rasional. Mereka mencoba memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari perusahaan dibandingkan dengan para pesang mereka. Para manajer mengenali pentingnya kebutuhan untuk berubah dan merasa pasti (percaya) bahwa perubahan-perubahan dapat dibuat.
d.      Politicized vs. Focused Cultures
Budaya yang diperpolitik terjadi dalam organisasi juka modal organizational personality adalah satu orientasi detached. Yang mempunyai orientasi ini memiliki rasa detachment yang kuat dari orang lain dan merasa tidak berhubungan dengan lingkungan.
Dalam budaya organisasi yang dipolitikan tidak ada arah yang jelas. Pemimpin puncak tidak tegas. Tidak adanya kepemimpinan yang tegas membuat para manajer pada tingkatan yang lebih rendah, berusaha untuk mempengaruhi arah dari perusahaan. Sering terdapat individu-individu koalisi-koalisi yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan karena tidak adanya kepemimpinan.
Dalam budaya difokuskan, para anggota memiliki bersama perspektif yang sama tentang arag dari organisasi. Ini mengalir dari arah yang jelas yang ditetapkan oleh para eksekutif puncak, dan ada keikatan anggota dan antusiasme terhadap objektif tersebut.
e.      Bureaucreatic vs. Creative Culture
Budaya birokratik adalah hasil dari kepribadian komplusif. Orang-orang yang komplusif memiliki kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan lingkungan. Mereka berperilaku sangat cermat-teliti dan memfokus pada detail-detail yang sangat spesifik tapi sering tidak berarti. Manajer yang komplusif sangat devoted pada pekerjaan mereka dan sangat menghormati alasan mereka dan bertindak autokratik terhadap bawahan mereka.
Pada budaya birokratik pehatiannya lebih terarah pada bagaimana tampaknya (how things look) daripada bagaimana kerjanya (how things work). Para manajer lebih memperlihatkan aturan-aturan untuk bekerja sama dan bukan pada tujuan dari aturan-aturan tersebut.
Pada budaya kreatif, para anggotanya lebih berdisiplin diri mereka dapat bekerja sama dalam satu tim tanpa mengendalikan banyak pada aturan-aturan dan prosedur.  Mereka mengetahui tentang banyak pekerjaan anggota lain dan tentang tugas-tugas yang saling tergantung. Koordinasi antaranggota merupakan proses yang agak intuitif yang berkembang dari pengalaman bekerja sama dan dari keberhasilan.
5.6. Manifestasi/ ungkapan dari budaya organisasi
Konsep-konsep, makna, pesan-pesan yang mencerminkan budaya organisasi dapat ditemukan dalam praktek-praktek organisasi yang dikemukakan oleh Tosi, Rizzo, Carroll, 1994 seperti:
·  Rancangan organisasi
·  Strategi seleksi dan sosialisasi
·  Pembedaan kelas
·  Ideologi
·  Mythe dan simbol-simbol
·  Bahasa
·  Ritual dan seremoni

1 comment: