5.4. Ciri-ciri Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola-pola
perilaku yang merupakan manifestasi atau ungkapan-ungkapan dari asumsi-asumsi
dasar dan nilai-nilai. O’Reilly,
Chatman, dan Caldwell mengenali ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut:
·
Inovasi dan pengambilan risiko ( innovation and
risk taking ). Mencari peluang baru, mengambil risiko, bereskperimen, dan tidak
merasa terhambat oleh kebijakan dan praktek-praktek formal.
·
Stabilitas dan keamanan (stability and security).
Menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan
penggunaan dari aturan-aturan yang mengarahkan perilaku.
·
Penghargaan kepada orang (respect for people).
Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain.
·
Orientasi hasil (outcome orientation). Memiliki
perhatian dan harahapan yang tinggi terhadap hasil, capaian dan tindakan.
·
Orientasi tim dan kolaborasi (team orientation
and collaboration). Bekerja bersama secara terkordinasi dan berkolaborasi.
·
Keagresifan dan persaingan (aggressiveness and
competition). Mengambil tindakan-tindakan tegas di pasar-pasar dalam menghadapi
para pesaing.
Robbins (1998) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian yang
mutakhir menemukan bahwa ada tujuh ciri-ciri utama yang, secara keseluruhan,
mencakup esensi dari budaya organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah:
1.
Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana
karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil risiko.
2.
Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan
diharapkan menunjukkan kecematan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3.
Orientasi ke keluaran. Sejauh mana manajemen
lebih berfokus pada hasil-hasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tersebut.
4.
Orientasi ke orang. Sejauh mana
keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak dari
keluarannya terhadap para karyawan.
5.
Orientasi team. Sejauh mana kegiatan-kegiatan
kerja lebih diorganisasi seputar kelompok-kelompok (teams). Daripada seputar
perorangan.
6.
Keagresifan. Sejauh mana orang-orang lebih
agresif dan kompetitif daripada santai.
7.
Stabilitas. Sejah mana kegiatan-kegiatan
keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
5.5. Berbagai Jenis Budaya
Organisasi
Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengurikan lima tipe budaya
organisasi yang di klarifikasi oleh Kets de Vries dan Miller, yang mereka
peroleh dengan menghubungkan lima tipe kepribadian neurotik dengan budaya
organisasi. Kepribadian eksekutif dramatic berkaitan dengan dengan budaya
organisasi yang charismatic. Kepribadian yang suspicious dihubungkan dengan
budaya paranoid. Kepribadian yang depressive berkaitan dengan budaya avoidant
dan kepribadian yang detached diasosiasikan dengan budaya organisasi
politicized. Yang terakhir kepribadian complusive berhubungan dengan budaya
bureaucratic. Mereka katakan bahwa kadangkala bukannya kepribadian neurotik
dari eksekutif yang menciptakan budaya organisasi, tapi sebaliknya, situasi
organisasi dapat dijadikan manajer neurotis.
Organisasi yang sehat akan memiliki campuran dari berbagai
tipe kepribadian, tidak ada yang menjadi dominan dan ekstren. Mempelajari
budaya yang ekstren membantu memahami budaya perusahaan yang normal.
Berikut ini uraian kelima budaya neurotic, masing-masing
dengan pasangannya budaya yang sehat.
a.
Charismatic vs. Selfsufficient Cultures
Budaya
organisasi karismatik diasosiasikan dengan kepribadian manajer yang dramatis.
Manajer yang dramatis memiliki perasaan kebesaran, memiliki kebutuhan yang kuat
untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, dan bertindak sedemikian rupa
sehingga perhatian tertuju pada dirinya. Mereka cenderung berekshibisi, mencari
exitement dan stimulation. Namun, merka sering tidak memiliki disiplin diri,
tidak mampu memfokus perhatian untuk waktu lama, dan cenderung charming tapi
dangkal. Mereka sering mengeksploitasi orang lain dan sering menarik bawahan
yang memiliki kebutuhan untuk tergantung yang tinggi.
Dalam
budaya organisasi yang karismatik, ada penekanan berlebihan pada
individualisme, terutama pada tingkat puncak. Para eksekutif memiliki kebutuhan
tinggi untuk dapat dilihat dan diakui oleh pihak di luar perusahaan. Tujuan
perusahaan adalah untuk tumbuh cepat.
Para
manajer mengeksploitasi orang lain, kekuasaan terpusat pada puncak. Eksekutif
puncak memiliki kendali ketat dan pada saat sama tetap menjadi pusat perhatian.
Perusahaan
dengan budaya self sufficient menekankan kebebasan ketidaktergantungan,
prakarsa individual, dan prestasi. Para anggota percaya bahwa keberhasilan
perusahaan berhubungan dengan bagaimana baiknya individu-individu, sebagai
individu, berhasil. Manajer dalam perusahaan ini, memiliki peluang untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka masing-masing.
Prestasi dan disiplin diri diakui (recognized) dan diimbali (rewarded).
b.
Paranoid vs. Trusting Cultures
Budaya organisasi paranoid berkaitan dengan kepribadian yang
mudah mencurigai. Manajer yang mudah curiga merasa di persecuted oleh orang
lain, dan tidak percaya kepada mereka dan berperilaku dengan cara jaga-jaga dan
rahasia.
Dalam budaya paranoid ada rasa ketidakpercayaan da
kecurigaan yang kuat. Top manajer dari perusahaan paranoid tidak proaktif.
Kentakutan dan kecurigaan mengurangi kesiagaan mereka untuk cepat merespons
terhadap peluang-peluang strategik. Mereka terus-menerus mencari informasi,
informasi yang diperoleh rusak (distorted), jadi makin curiga. Dalam budaya
paranoid para anggotanya cenderung bertindak pasif tidak aktif berpartisipasi
dalam hal-hal organisasi yang penting.
Pada budaya mempercayai (trusting), ketakutan yang tidak
realistik ini tidak ada. Ada rasa percaya adil, keterbukaan terhadap orang
lain. Para manajer percaya diril dan percaya bahwa manajer lain , profesional
lain dan para pekerja dalam perusahaan memiliki kemampuan dan motivasi untuk
berhasil. Ini dapat mengarah kepada pencarian aktif untuk peluang-peluang
strategik yang baru dimana perusahaan akan memperoleh keuntungan-keuntungan besaing
(competitive advantage) jika usaha-usaha demikian dilaksanakan.
c.
Avoidant vs. Achievement culture
Orientasi dari kepribadian depresif mengarah ke budaya
menghindari. Kecenderungan depresif timbul dari perasaan ketidakmampuan dan
ketergantungan pada orang lain. Orang yang depresif memiliki kebutuhan kuat
akan afeksi dan penunjangan dari orang lain dan merasa tidak mampu untuk
bertindak dan mengubah alur peristiwa-peristiwa. Para depresif sering mencari
pembenaran (justification) bagi tindakan mereka dari orang-orang lain yang
penting. Dalam hal manajer, orang lain yang penting ialah para pakar atau
konsultan.
Ciri dari organisasi dengan budaya menghindari ialah bahwa
koalisi dominan berusaha untuk menghindari perubahan. Para manajer menghidari
untuk mengambil keputusan. Perubahan ditentang, karena dapat mengancam
nilai-nilai organisasi dan struktur kekuasaan sekarang. Perubahan-perubahan
eksternal yang tingkatannya relatif rendah dan hasrat manajemen untuk
mempertahankan kendali menghasilkan aktivitas sedikit, kepercayaan diri rendah,
kecemasan tinggi dan satu budaya yang sangat konservatif.
Organisasi macam ini sering berada lingkungan pasar dan
teknologi yang stabil, danmemiliki banyak ciri-ciri dari organisasi mekanistik.
Para manajer lebih memperhatikan mempertahankan kedudukan perusahaan dalam
lingkungan sekarang daripada memperhatikan inovasi.
Pada budaya capaian (achievement culture), para anggota
kelompok eksekutif puncak menghargai analisis logikal dan proses-proses
rasional. Mereka mencoba memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan
dari perusahaan dibandingkan dengan para pesang mereka. Para manajer mengenali
pentingnya kebutuhan untuk berubah dan merasa pasti (percaya) bahwa
perubahan-perubahan dapat dibuat.
d.
Politicized vs. Focused Cultures
Budaya yang diperpolitik terjadi dalam organisasi juka modal
organizational personality adalah satu orientasi detached. Yang mempunyai
orientasi ini memiliki rasa detachment yang kuat dari orang lain dan merasa
tidak berhubungan dengan lingkungan.
Dalam budaya organisasi yang dipolitikan tidak ada arah yang
jelas. Pemimpin puncak tidak tegas. Tidak adanya kepemimpinan yang tegas
membuat para manajer pada tingkatan yang lebih rendah, berusaha untuk
mempengaruhi arah dari perusahaan. Sering terdapat individu-individu
koalisi-koalisi yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan karena tidak adanya
kepemimpinan.
Dalam budaya difokuskan, para anggota memiliki bersama
perspektif yang sama tentang arag dari organisasi. Ini mengalir dari arah yang
jelas yang ditetapkan oleh para eksekutif puncak, dan ada keikatan anggota dan
antusiasme terhadap objektif tersebut.
e.
Bureaucreatic vs. Creative Culture
Budaya birokratik adalah hasil dari kepribadian komplusif.
Orang-orang yang komplusif memiliki kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan
lingkungan. Mereka berperilaku sangat cermat-teliti dan memfokus pada
detail-detail yang sangat spesifik tapi sering tidak berarti. Manajer yang
komplusif sangat devoted pada pekerjaan mereka dan sangat menghormati alasan
mereka dan bertindak autokratik terhadap bawahan mereka.
Pada budaya birokratik pehatiannya lebih terarah pada
bagaimana tampaknya (how things look) daripada bagaimana kerjanya (how things
work). Para manajer lebih memperlihatkan aturan-aturan untuk bekerja sama dan
bukan pada tujuan dari aturan-aturan tersebut.
Pada budaya kreatif, para anggotanya lebih berdisiplin diri
mereka dapat bekerja sama dalam satu tim tanpa mengendalikan banyak pada
aturan-aturan dan prosedur. Mereka
mengetahui tentang banyak pekerjaan anggota lain dan tentang tugas-tugas yang
saling tergantung. Koordinasi antaranggota merupakan proses yang agak intuitif
yang berkembang dari pengalaman bekerja sama dan dari keberhasilan.
5.6. Manifestasi/ ungkapan dari budaya organisasi
Konsep-konsep, makna, pesan-pesan yang mencerminkan budaya
organisasi dapat ditemukan dalam praktek-praktek organisasi yang dikemukakan
oleh Tosi, Rizzo, Carroll, 1994 seperti:
· Rancangan
organisasi
· Strategi
seleksi dan sosialisasi
· Pembedaan
kelas
· Ideologi
· Mythe
dan simbol-simbol
· Bahasa
· Ritual
dan seremoni
terima kasih
ReplyDelete