Wednesday, January 9, 2013

DISLEKSIA

Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis.
Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal").
Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.
Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.[1]
Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Bella Thorne, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan Yew dan Vanessa Amorosi

CIRI-CIRI DISLEKSIA SEBAGAI BERIKUT:

1. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca.
2. Sulit menyuarakan fone
m dan memadukannya menjadi sebuah kata.
3. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misal, kata SAYA ejaannya adalah S¬A¬Y¬A.
5. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
6. Sulit mengeja kata/suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata.
7. Terlambat perkembangan kemampuan bicara dibandingkan dengan anak-anak seusianya pada umumnya.
8. Terlambat dalam mempelajari alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
9. Terlihat kesulitan dalam menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
10. Bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan: d-b, u-n, m-n .
11. Rancu terhadap huruf yang bunyinya mirip: v, f, th.
12. Sering menuliskan/mengucapkan kata terbalik-balik. Umpama, kata hal menjadi lah.
13. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lain.
14. Mengucapkan susunan kata secara terbalik-balik. Contoh, Kucing duduk di atas kursi diucapkan Kursi duduk di atas kucing.
15. Rancu terhadap kata-kata yang singkat, seperti ke, dari, dan, jadi.
16. Membaca dengan benar tapi tak mengerti apa yang dibacanya.
SUMBER REFERENSI : Anonim. http://www.tabloid-n akita. Com/Khasanah/khasanah09457-03.htm. Marfuah Panji Astuti. Foto: Ferdi Dok. nikita. Narasumber: Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Hermawan Consulting . 7 April 2010. 20.30.

Disleksia dan Cara Mengatasinya

Bayangkan Anda sedang berada di Cina atau Arab. Bayangkan Anda berada di tempat umum yang semua petunjuknya ditulis dengan tulisan Cina atau Arab. Apakah Anda mengerti? Ataukah Anda bingung? Atau malah Anda beranggapan bahwa semua itu hanyalah sebuah tulisan-tulisan keriting yang tidak ada maknanya?

Begitulah kira-kira keadaan anak yang menderita gangguan belajar spesifik disleksia. Mereka terjebak dalam dunia yang penuh dengan tulisan-tulisan yang tidak dimengerti. Istilah disleksia mengacu pada gangguan membaca yang dimiliki oleh seseorang, seperti kesulitan membaca, memahami bacaan, kesulitan membedakan huruf yang mirip seperti b, d, q, p, v, u, n, dan lainnya. Berbeda dengan slow learner, anak yang didiagnosis disleksia harus memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata.

Jika anak Anda dalam tahap belum bisa membedakan mana huruf-huruf yang mirip seperti b dan d, maka cara pengajaran yang perlu dilakukan adalah mempelajari hurufnya satu persatu. Misalnya fokuskan pengajaran kali ini pada huruf b. Tulislah huruf b dalam ukuran yang besar kemudian mintalah anak untuk mengucapkan sembari tangannya mengikuti alur huruf b atau membuat kode tertentu oleh tangan. Latihlah dan perkuatlah terus menerus sampai ia bisa menguasainya, setelah itu mulailah beranjak ke huruf d.
bedbed1

Terdapat dua cara untuk mengajarkan anak membaca kata-kata: melihat dan mendengar kata tersebut satu persatu. Buatlah kata yang dicetak dalam ukuran besar – misalnya ‘buku’, setelah itu kita ucapkan ‘buku’, lalu mintalah anak mengulangi apa yang kita ucapkan yaitu ‘buku’. Tunjukanlah kata tersebut terus menerus, tambahkanlah beberapa kata yang sudah ia ketahui, hingga ia mengenali dan dapat mengucapkannya langsung begitu ia melihat kata ‘buku’.

Ada beberapa anak  yang sudah bisa membaca namun ia memiliki masalah dengan pemahaman (comprehension). Menurut Baumer (1996) ada beberapa cara mengajar jika pemahaman anak Anda lemah:
1.    Memilih cerita yang menarik pada level dimana 98% ia bisa memahami kata-kata dalam cerita tersebut. Mintalah ia untuk membacakan secara keras dan bilang kepada kita apa yang telah ia baca.
2.    Jika anak tidak bisa melakukan ini, mintalah ia membaca tanpa bersuara, berhenti setiap paragraph dan menceritakan kepada kita apa yang telah ia baca.
3.    Ketika pemahamannya berkembang, tambahkan jumlah paragraph yang ia baca hingga ia bisa membaca dan paham keseluruhan halaman.
4.    Untuk membantu pemahamannya, Anda bisa memberikan arahan: menurutmu apa yang dirasakan si tokoh? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana akhir ceritanya?

Berdasarkan pengalaman saya mengajarkan anak disleksia, sebelum kita mengajarkannya mengenai pemahaman, kita harus mengidentifikasi sejauh mana kemampuannya. Jika ia tidak mampu memahami satu halaman, potonglah menjadi beberapa paragraph. Jika ia tidak bisa memahami beberapa paragraph, potonglah menjadi satu paragraf, dan seterusnya hingga sampai pada satu kalimat.

Membaca cerita bersama anak dirasa cukup efektif karena kita bisa langsung cross-check langsung pemahamannya. Misalnya ketika anak tidak paham kata ‘terbit, kita bisa menganalogikan ‘terbit’ dengan bertanya ‘kalau pagi hari, matahari muncul atau menghilang?’ lalu ketika anak menjawab ‘muncul’ kita menjelaskan bahwa itulah yang dimaksud dengan ‘terbit’. Menganalogikan kata-kata tidak dimengerti dapat mengajarkan anak untuk memberi tanda kata-kata yang belum ia pahami.

Dalam mengajari anak disleksia, kita harus hati-hati untuk tidak mengkritik terlalu jauh karena anak yang menderita disleksia rawan untuk memiliki motivasi dan self-esteem yang jatuh. Ketika anak mulai menyadari ia memiliki kesulitan dalam membaca dan ia sudah tertinggal jauh dari teman-temannya, ia akan membenci pelajaran membaca dan langsung menyerah (mogok) ketika menghadapi kata yang sulit. Aksi mogok ini bisa disiasati dengan cara belajar membaca melalui minatnya. Misalnya pada anak yang memiliki minat memasak, kita bisa mengajarkan membaca resep dan menyuruhnya memasak. Dari situ kita melihat sejauh mana pemahamannya terhadap bacaan.

Mengajar membaca anak disleksia adalah proses yang tidak mudah. Anak disleksia memiliki short term memory yang terbatas dan kosa kata yang minim sehingga membutuhkan banyak penguatan. Variaskan metode melalui permainan kata atau mengajak anak jalan-jalan sambil mengajari membaca tulisan-tulisan yang ada. Dan hal yang terpenting dalam proses pembelajaran ini adalah berilah apresiasi pada sekecil apapun perkembangannya. (Nia Janiar)