Sunday, December 16, 2012
psikologi industri dan organisasi
5.4. Ciri-ciri Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola-pola
perilaku yang merupakan manifestasi atau ungkapan-ungkapan dari asumsi-asumsi
dasar dan nilai-nilai. O’Reilly,
Chatman, dan Caldwell mengenali ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut:
·
Inovasi dan pengambilan risiko ( innovation and
risk taking ). Mencari peluang baru, mengambil risiko, bereskperimen, dan tidak
merasa terhambat oleh kebijakan dan praktek-praktek formal.
·
Stabilitas dan keamanan (stability and security).
Menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya (predictability), keamanan, dan
penggunaan dari aturan-aturan yang mengarahkan perilaku.
·
Penghargaan kepada orang (respect for people).
Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain.
·
Orientasi hasil (outcome orientation). Memiliki
perhatian dan harahapan yang tinggi terhadap hasil, capaian dan tindakan.
·
Orientasi tim dan kolaborasi (team orientation
and collaboration). Bekerja bersama secara terkordinasi dan berkolaborasi.
·
Keagresifan dan persaingan (aggressiveness and
competition). Mengambil tindakan-tindakan tegas di pasar-pasar dalam menghadapi
para pesaing.
Robbins (1998) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian yang
mutakhir menemukan bahwa ada tujuh ciri-ciri utama yang, secara keseluruhan,
mencakup esensi dari budaya organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah:
1.
Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana
karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil risiko.
2.
Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan
diharapkan menunjukkan kecematan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3.
Orientasi ke keluaran. Sejauh mana manajemen
lebih berfokus pada hasil-hasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tersebut.
4.
Orientasi ke orang. Sejauh mana
keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak dari
keluarannya terhadap para karyawan.
5.
Orientasi team. Sejauh mana kegiatan-kegiatan
kerja lebih diorganisasi seputar kelompok-kelompok (teams). Daripada seputar
perorangan.
6.
Keagresifan. Sejauh mana orang-orang lebih
agresif dan kompetitif daripada santai.
7.
Stabilitas. Sejah mana kegiatan-kegiatan
keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
5.5. Berbagai Jenis Budaya
Organisasi
Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengurikan lima tipe budaya
organisasi yang di klarifikasi oleh Kets de Vries dan Miller, yang mereka
peroleh dengan menghubungkan lima tipe kepribadian neurotik dengan budaya
organisasi. Kepribadian eksekutif dramatic berkaitan dengan dengan budaya
organisasi yang charismatic. Kepribadian yang suspicious dihubungkan dengan
budaya paranoid. Kepribadian yang depressive berkaitan dengan budaya avoidant
dan kepribadian yang detached diasosiasikan dengan budaya organisasi
politicized. Yang terakhir kepribadian complusive berhubungan dengan budaya
bureaucratic. Mereka katakan bahwa kadangkala bukannya kepribadian neurotik
dari eksekutif yang menciptakan budaya organisasi, tapi sebaliknya, situasi
organisasi dapat dijadikan manajer neurotis.
Organisasi yang sehat akan memiliki campuran dari berbagai
tipe kepribadian, tidak ada yang menjadi dominan dan ekstren. Mempelajari
budaya yang ekstren membantu memahami budaya perusahaan yang normal.
Berikut ini uraian kelima budaya neurotic, masing-masing
dengan pasangannya budaya yang sehat.
a.
Charismatic vs. Selfsufficient Cultures
Budaya
organisasi karismatik diasosiasikan dengan kepribadian manajer yang dramatis.
Manajer yang dramatis memiliki perasaan kebesaran, memiliki kebutuhan yang kuat
untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, dan bertindak sedemikian rupa
sehingga perhatian tertuju pada dirinya. Mereka cenderung berekshibisi, mencari
exitement dan stimulation. Namun, merka sering tidak memiliki disiplin diri,
tidak mampu memfokus perhatian untuk waktu lama, dan cenderung charming tapi
dangkal. Mereka sering mengeksploitasi orang lain dan sering menarik bawahan
yang memiliki kebutuhan untuk tergantung yang tinggi.
Dalam
budaya organisasi yang karismatik, ada penekanan berlebihan pada
individualisme, terutama pada tingkat puncak. Para eksekutif memiliki kebutuhan
tinggi untuk dapat dilihat dan diakui oleh pihak di luar perusahaan. Tujuan
perusahaan adalah untuk tumbuh cepat.
Para
manajer mengeksploitasi orang lain, kekuasaan terpusat pada puncak. Eksekutif
puncak memiliki kendali ketat dan pada saat sama tetap menjadi pusat perhatian.
Perusahaan
dengan budaya self sufficient menekankan kebebasan ketidaktergantungan,
prakarsa individual, dan prestasi. Para anggota percaya bahwa keberhasilan
perusahaan berhubungan dengan bagaimana baiknya individu-individu, sebagai
individu, berhasil. Manajer dalam perusahaan ini, memiliki peluang untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka masing-masing.
Prestasi dan disiplin diri diakui (recognized) dan diimbali (rewarded).
b.
Paranoid vs. Trusting Cultures
Budaya organisasi paranoid berkaitan dengan kepribadian yang
mudah mencurigai. Manajer yang mudah curiga merasa di persecuted oleh orang
lain, dan tidak percaya kepada mereka dan berperilaku dengan cara jaga-jaga dan
rahasia.
Dalam budaya paranoid ada rasa ketidakpercayaan da
kecurigaan yang kuat. Top manajer dari perusahaan paranoid tidak proaktif.
Kentakutan dan kecurigaan mengurangi kesiagaan mereka untuk cepat merespons
terhadap peluang-peluang strategik. Mereka terus-menerus mencari informasi,
informasi yang diperoleh rusak (distorted), jadi makin curiga. Dalam budaya
paranoid para anggotanya cenderung bertindak pasif tidak aktif berpartisipasi
dalam hal-hal organisasi yang penting.
Pada budaya mempercayai (trusting), ketakutan yang tidak
realistik ini tidak ada. Ada rasa percaya adil, keterbukaan terhadap orang
lain. Para manajer percaya diril dan percaya bahwa manajer lain , profesional
lain dan para pekerja dalam perusahaan memiliki kemampuan dan motivasi untuk
berhasil. Ini dapat mengarah kepada pencarian aktif untuk peluang-peluang
strategik yang baru dimana perusahaan akan memperoleh keuntungan-keuntungan besaing
(competitive advantage) jika usaha-usaha demikian dilaksanakan.
c.
Avoidant vs. Achievement culture
Orientasi dari kepribadian depresif mengarah ke budaya
menghindari. Kecenderungan depresif timbul dari perasaan ketidakmampuan dan
ketergantungan pada orang lain. Orang yang depresif memiliki kebutuhan kuat
akan afeksi dan penunjangan dari orang lain dan merasa tidak mampu untuk
bertindak dan mengubah alur peristiwa-peristiwa. Para depresif sering mencari
pembenaran (justification) bagi tindakan mereka dari orang-orang lain yang
penting. Dalam hal manajer, orang lain yang penting ialah para pakar atau
konsultan.
Ciri dari organisasi dengan budaya menghindari ialah bahwa
koalisi dominan berusaha untuk menghindari perubahan. Para manajer menghidari
untuk mengambil keputusan. Perubahan ditentang, karena dapat mengancam
nilai-nilai organisasi dan struktur kekuasaan sekarang. Perubahan-perubahan
eksternal yang tingkatannya relatif rendah dan hasrat manajemen untuk
mempertahankan kendali menghasilkan aktivitas sedikit, kepercayaan diri rendah,
kecemasan tinggi dan satu budaya yang sangat konservatif.
Organisasi macam ini sering berada lingkungan pasar dan
teknologi yang stabil, danmemiliki banyak ciri-ciri dari organisasi mekanistik.
Para manajer lebih memperhatikan mempertahankan kedudukan perusahaan dalam
lingkungan sekarang daripada memperhatikan inovasi.
Pada budaya capaian (achievement culture), para anggota
kelompok eksekutif puncak menghargai analisis logikal dan proses-proses
rasional. Mereka mencoba memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan
dari perusahaan dibandingkan dengan para pesang mereka. Para manajer mengenali
pentingnya kebutuhan untuk berubah dan merasa pasti (percaya) bahwa
perubahan-perubahan dapat dibuat.
d.
Politicized vs. Focused Cultures
Budaya yang diperpolitik terjadi dalam organisasi juka modal
organizational personality adalah satu orientasi detached. Yang mempunyai
orientasi ini memiliki rasa detachment yang kuat dari orang lain dan merasa
tidak berhubungan dengan lingkungan.
Dalam budaya organisasi yang dipolitikan tidak ada arah yang
jelas. Pemimpin puncak tidak tegas. Tidak adanya kepemimpinan yang tegas
membuat para manajer pada tingkatan yang lebih rendah, berusaha untuk
mempengaruhi arah dari perusahaan. Sering terdapat individu-individu
koalisi-koalisi yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan karena tidak adanya
kepemimpinan.
Dalam budaya difokuskan, para anggota memiliki bersama
perspektif yang sama tentang arag dari organisasi. Ini mengalir dari arah yang
jelas yang ditetapkan oleh para eksekutif puncak, dan ada keikatan anggota dan
antusiasme terhadap objektif tersebut.
e.
Bureaucreatic vs. Creative Culture
Budaya birokratik adalah hasil dari kepribadian komplusif.
Orang-orang yang komplusif memiliki kebutuhan yang kuat untuk mengendalikan
lingkungan. Mereka berperilaku sangat cermat-teliti dan memfokus pada
detail-detail yang sangat spesifik tapi sering tidak berarti. Manajer yang
komplusif sangat devoted pada pekerjaan mereka dan sangat menghormati alasan
mereka dan bertindak autokratik terhadap bawahan mereka.
Pada budaya birokratik pehatiannya lebih terarah pada
bagaimana tampaknya (how things look) daripada bagaimana kerjanya (how things
work). Para manajer lebih memperlihatkan aturan-aturan untuk bekerja sama dan
bukan pada tujuan dari aturan-aturan tersebut.
Pada budaya kreatif, para anggotanya lebih berdisiplin diri
mereka dapat bekerja sama dalam satu tim tanpa mengendalikan banyak pada
aturan-aturan dan prosedur. Mereka
mengetahui tentang banyak pekerjaan anggota lain dan tentang tugas-tugas yang
saling tergantung. Koordinasi antaranggota merupakan proses yang agak intuitif
yang berkembang dari pengalaman bekerja sama dan dari keberhasilan.
5.6. Manifestasi/ ungkapan dari budaya organisasi
Konsep-konsep, makna, pesan-pesan yang mencerminkan budaya
organisasi dapat ditemukan dalam praktek-praktek organisasi yang dikemukakan
oleh Tosi, Rizzo, Carroll, 1994 seperti:
· Rancangan
organisasi
· Strategi
seleksi dan sosialisasi
· Pembedaan
kelas
· Ideologi
· Mythe
dan simbol-simbol
· Bahasa
· Ritual
dan seremoni
Teori Belajar Humanisme
1.Pengertian Humanisme
Dalam teori humanisme lebih melihat
pada sisi perkembangan kepribadian manusia.Pendekatan ini melihat kejadian
yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.Kemampuan positif
ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang
positif.Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif.Emosi merupakan karateristik yang
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori
pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini
berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta
realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
2. Ciri-ciri Teori Humanisme
Pendekatan humanisme dalam
pendidikan menekankan pada perkembangan positif.Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut.Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam
teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya
sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang
dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar.
Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata lain, pendekatan
humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan
nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran
humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa.
Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan
nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas
untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu
proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang
dicapai siswa.
3. Tokoh Humanisme
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar
huamanisme yaitu diantaranya :
1.Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa
belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut.Artinya bahwa
dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak
disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan
tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan
memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya.Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu.Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
2.Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi
bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk
berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3.Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu
dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung
didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain :
teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive,
klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),
teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan
person to person). Namun istilah person centered yang sering
digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak
pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori
behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih
penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi
yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada
umumnya, di mana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang
menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan,
harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
-
Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik
tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
-
Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Seorang psikolog humanism yang
menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting
dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip
pendidikan dan pembelajaran.
4. Aplikasi teori belajar humanisme dalam pendidikan
A. Pendidikan Humanistik
Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri.Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah dengan melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975) melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang humanis.
Pilihan dan kendali diri
Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan tersebut dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan tujuan sekolah maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki pilihan dan kendali dalam merancang, menetapkan tujuan, memutuskan, dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah dibuatnya. Memperhatikan minat dan perasaan siswa. Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan perhatian pada minat dan perasaan siswa.
Mengkaitkan materi pelajaran dengan minat,
pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan meminta tanggapan
siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa memperhatikan minat
mereka.Manusia seutuhnya perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari
orientasi aspek kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, danpenghargaan
terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir dengan
kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi individu.
Evaluasi diri
Pendidikan humanistik bergerak dari
evaluasi yang dikontrol guru menuju evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa
perlu difalitasi untuk memantau kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes
atau umpan balik dari orang lain.
Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu
berubah dari sebagai direktur belajar menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya
lebih suportif daripada mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih
real dan asli daripada berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka
akan berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi
pembelajar, dan siswa sering menolong dan mengajar juga.
Ciri-ciri guru yang fasilitator adalah:
·
Merespon perasaan siswa
·
Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang
sudah dirancang
·
Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
·
Menghargai siswa
·
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
·
Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari siswa.
·
Tersenyum pada siswa.
Borton (dalam Roberts, 1975) lebih
lanjut menjelaskan beberapa karakteristik peran pendidik humanistik disamping
perhatian terhadap perasaan siswa “disini dan kini”, yaitu :
·
Guru memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri,
memahami perasaan dan tindakan yang dilakukannya
·
Guru mengenali harapan dan imajinasi siswa sebagai bagian
penting dari kehidupan siswa dan memfasilitas proses saling bertukar perasaan
·
Guru memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti
gesture dan suara. Melalui ekspresi non verbal ini beberapa keadaan perasaan
dan sikap dikomunikasikan oleh siswa.
·
Guru menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran
sebagai cara untuk menstimulasi perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.
·
Guru memfasilitas belajar dengan menunjukkan secara
eksplisit tentang bagaimana prinsip-prinsip dasar dinamika kelompok sehingga
siswa dapat lebih bertanggung jawab untuk mendukung belajar mereka.
Menurut Hamacheek,1996; Guru yang
efektif tampaknya adalah guru yang “manusiawi”.Mereka mempunyai rasa humor,
adil, menarik, lebih demokratis dripada autaktorik, dan mereka mampu
berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan
maupun secara kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa
humor, mudah menjadi tidak sabar, mengunakan komentar-komentar yang melukai dan
mengurangi rasa ego,kurang integrasi, cenderung agak otoriter, dan biasanya
kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka.
Menurut Combs dan kawan-kawan,
cirri-ciri guru yang baik adalah;
·
Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai
kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
·
Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan
bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
·
Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutny dihargai.
·
Guru yang melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya
berkembang dari dalam; jdi, bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa
eksternal yang dibentuk dan digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai
kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.
·
Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat
dipercayai dan dpat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut
aturan-aturan yang ada.
·
Guru yang melihat orng lain itu dapat memenuhi dan
memingkatkan dirinya, bukan menghalangi, apalagi mengancam.
2. Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI HUMANISME
Kekurangan
Dan KelebihanTeori Humanistik
1.
Kelebihan:
a) Bersifat pembentukan kepribadian,hati nurani,perubahan sikap,analisis terhadap fenomena social.
b) Siswa merasa senang,berinisiatif dalam belajar.
c) Guru menerima siswa apa adanya,memahami jalan pikiran siswa.
d) siswa
dituntut untuk berusaha agar lambat laun
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
e) Selain
ituTeori humanistic mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang
menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas tentang kepribadian,pengalaman subjektif manusia mempunyai bobot yang lebih tinggi dari pada relitas
f) Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis,
partisipatif-dialogis dan humanis.
g) Suasana pembelajaran yang
saling menghargai,
adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan. Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama
(komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang
berbeda-beda.
2.
Kekurangan:
a) Bersifatindividual.
b) Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung.
c) Sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
d) Peserta
didik kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
e) Teori humanistic tidak bias diuji dengan mudah.
f) Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang
telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif
g) Teori humanistic terlalu optimistic secara naïf dan gagal untk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia.
Subscribe to:
Posts (Atom)